Kali ini postingan gue bukan tentang jalan - jalan atau shopping. Sedikit lebih serius dan agak berat. Masih membahas tentang pengalaman - pengalaman gue, salah satunya tentang RADIO. Tulisan ini nggak penting dibaca, nggak penting juga sebenernya dibahas. Gue cuma nggak mau kehilangan salah satu part penting dalam perjalanan gue di ibukota.
Oke, kita mulai. Gue ngaku kalo gue adalah seorang radioholic. Bukan cuma pas di Jakarta, sejak gue SD, gue udah bawa - bawa radio AM kepunyaan Mbah Putri kemana - mana. Radio yang gue punya pertama kali itu kotak item, ada puterannya dua, volume dan tunning (yang sekaligus sebagai on-off). Plus antena yang bisa dipanjang-pendekin, diputer - puter sampe ketemu frekuensi yang jelas, atau dipake buat korek kuping. Kira - kira bentukannya kayak gini nih, tapi punya gue warna hitam, merknya m*spion:
Radio ini pake batere gede - gede dua biji, yang seringnya kalo udah habis dan nyokap gak ngasih duit buat beli, gue jemur tuh batere, terus gue pake lagi. (It doesn't work well, trust me!)
Berhubung radio itu gampang dibawa - bawa, gue kemana aja bawa radio itu, kecuali ke sekolah. Maen, makan, bahkan mandi pun gue bawa radio itu asal nggak ketahuan nyokap.
Program radio jaman tahun 90-an sebenarnya nggak jauh - jauh dari berita tentang politik dan keadaan wilayah - wilayah di Indonesia. Salah satu favorit gue adalah ramalan cuaca. Berhubung gue orangnya males becek - becekan, kalau ada ramalan mau hujan, udah deh seharian gue nggak bakalan keluar rumah (walaupun seringnya ramalan itu nggak bener).
Nah, seiring perkembangannya, radio mulai memasukkan unsur "musik kekinian" ke dalam program - programnya. di sinilah gue mulai kecanduan. Gue udah lupa, apa nama acara musik yang pertama kali gue denger dan di radio apa, tapi kalo nggak salah pas jamannya Keluarga Cemara masih tayang di RCTI. Musik - musik jadul sekelas Scorpions, Queen, atau kalo dari Indo ya lagu - lagunya Nike Ardila (almarhumah) itu yang sering diputer di radio (sekarang kalian tahu kan, gue kira - kira masuk angkatan tahun berapa). Oh iya, satu lagi, gue seneng banget dengerin program - program mistis di salah satu radio, gue lupa namanya. Horor - horor gitu deh, suka cerita - cerita serem di siang bolong. Keren, menurut gue, dulu.
Tapi anehnya, gue bukan termasuk orang yang suka ngomong walaupun hampir tiap hari gue dengerin orang cuap - cuap. gue juga sama sekali nggak terobsesi jadi penyiar radio. Just listen, and be a good listener. Hehehe.
Setelah gue kenal Jakarta, gue mencoba mengeksplore lebih jauh tentang radio - radio di kota ini. Dan haasilnya, buset, banyak banget! Macem - macem! Dari situlah gue makin tertarik dengan dunia yang satu ini. Awalnya, gue cuma tertarik sama program - program musik mereka, tapi lama kelamaan, gue bisa tahu karakter masing - masing radio. Ada yang menonjolkan komedinya, ada yang menonjolkan konten beritanya, ada yang menonjolkan ke-update-an nya, ada yang menonjolkan variasi lagunya, bahkan ada yang menonjolkan penyiarnya (karena dari kalangan artis). Tapi yang paling gokil sih, radio yang mengandalkan IKLAN nya! Ada, Bro, Sist, ada!
Back to the topic, akhirnya telinga gue kesangkut di salah satu frekuensi, yang jelas ketangkep dari kamar kos gue. Gue nggak nyebut lah ya frekuensinya berapa, ntar malah gue dikira promosi (dia nggak bayar gue sih, hahahaha!). Kata mbak kos gue sih dulunya frekuensi itu "dihuni" sama radio dangdut, tapi pas gue dengerin, itu radio anak muda banget. Usut punya usut, itu ternyata emang radio yang belom lama berdiri. Semuanya baru, termasuk penyiarnya. Dibanding radio lain sih, kalah jauh. Bukan cuma masalah kualitas siaran, tapi juga kualitas frekuensi. Agak jauh dikit, masih nggak bisa nangkep (sampe sekarang sih sebenernya, hehehe). Nah berhubung itu radio baru, gue jadi tertarik mengamati perubahannya dari waktu - ke waktu. Awalnya gue "parkir" di siaran pagi mereka. Gue bandingin sama radio lain. Kalah. Gue coba ngasih kritik dan saran yang gue sampaikan melalui penyiarnya (walaupun sedikit banget, paling nggak mereka tahu kalo ada pendengar yang respect). Kerennya, makin hari radio ini makin meng-improve kualitas siaran mereka.
Nggak cuma itu, saking tertariknya, gue bahkan maen ke studionya. Nah! Di situlah gue jadi tahu gimana sebenernya dunia penyiaran itu. Mulai dari kenalan sama mereka - mereka yang selama ini gue denger suaranya doang, ngeliat orang mixing lagu, sampe coba - coba menangin kuis (yang terakhir itu agak nggak penting). Ternyata ada beberapa sisi yang berbeda antara apa yang gue denger sama apa yang gue lihat. Tuntutan buat menghibur orang itu tanggung jawab yang gede banget. Sama kayak pemain sinetron yang harus peran nangis padahal dia lagi seneng banget. Susah. Awalnya gue mikir kerja mereka itu seneng - seneng aja, have fun. Bahkan gue kadang sampe sakit perut ketawa dengerin mereka nge-lucu pas siaran. Tapi nggak semuanya bener. Mereka juga punya rasa capek. Gue salut, karena gue belum tentu bisa ngelakuin hal yang mereka lakukan itu. Ketawa - ketawa, ngehibur orang, ngobrol sana - sini padahal otak lagi penuh sama masalah. Profesional. Yap, kata itu yang harus selalu nempel. Sekali lagi, gue salut. *applause*
Selain acara yang bikin ketawa, eksplorasi gue merambah ke program - program malam. Curhat. Itu yang jadi andalan beberapa radio. Topiknya apalagi kalo bukan cinta. Mereka cukup ngebacain curhatan kita, ngasih saran, terus ngasih lagu yang pas. Dan anehnya, banyak pendengarnya yang merasa terbantu. Se-simpel-itukah membantu orang? Pernah kebayang nggak di benak kalian, ngebantu orang itu nggak susah? Even itu saran lo dipake atau enggak sama dia, kayaknya cuma dengan menampung curhatan dan ngasih "sentuhan" lewat lagu, kelar deh semua. Salut, sekali lagi, salut.
Buat para penyiar yang cuap - cuap, baik itu tentang hal penting ataupun yang nggak penting, gue sangat mengapresiasi karya kalian (gue sebut itu karya, karena lahir dari sebuah passion). Meskipun nggak semuanya, gue yakin sebagian besar dari kalian adalah orang cerdas. Nggak mungkin kalian bisa ngomong kalo belum "belajar" tentang apa yang kalian omongin. Belajar, kalian mau nggak mau harus belajar. Selain itu, kalian juga pasti "memikul" tanggung jawab sama apa yang kalian omongin kalo nggak mau berurusan sama KPI. Hahaha. Dan gue pribadi sadar, itu nggak segampang tekan tombol off di radio terus gedein volumenya. Tanpa tatap muka, tanpa tahu siapa yang ngomong, pendengar kalian bisa ketawa - ketawa, terhibur, atau mungkin nangis dan makin galau. Terlepas dari itu pekerjaan atau tuntutan, gue pengen bilang, kalian hebat.
*tulisan sederhana ini spesial buat sohib gue, aji dan itho. Met siaran!*
0 komentar:
Posting Komentar