Oleh : INDAH "chy". Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Backpacker Absurd ke Labuan Cermin, Teluk Sulaiman, dan Teluk Sumbang

Hallo!

Ini interval travelling yang cukup singkat, bulan lalu gue ke Singapore dan sekarang gue udah mau posting tentang destinasi lain. Bukan sesuatu yang aneh seandainya gue adalah seorang travel blogger, fotografi alam, atau emang cari duit melalui dunia travelling. Tapiiiii...pekerjaan gue jauh dari itu semua. Hehehe.

Lupakan. Yang jelas gue lagi - lagi mau share tentang perjalanan gue.

Blog ini tidak berbayar ataupun mengharapkan bayaran dari pihak - pihak yang tertarik untuk membayar (halah). Blog ini juga bukan catatan perjalanan atau curhatan, cuma sekedar ngasih tips buat para travelling yang sedang mencari hidden paradise sekaligus merasakan atmosfer masyarakatnya. So, happy reading!


Kamis, 4 Desember 2014

Lagi - lagi tanpa rencana matang, setelah segala proses tugas - tugas dinas gue beres, gue berpikir buat "hengkang" sejenak, mumpung lagi di "kota". Gue kebetulan lagi ada tugas dinas di Kota Tarakan. Karena gue udah pernah ke Derawan, gue coba cari destinasi laen. Sampailah gue (dan sohib gue, yang dulu gue ajakin ke Derawan) kepada satu pemikiran: Biduk - Biduk!


Gue tahu beberapa hal tentang Biduk - Biduk sepulang dari perjalanan Singapore, sebuah keputusan singkat memang kalau gue ternyata nekat travelling tanpa persiapan (lagi).

Biduk - Biduk adalah nama sebuah kecamtana di Kabupaten Berau, kalimantan Timur. Menurut beberapa blog yang gue baca sih, ada sebuah danau yang cukup fenomenal tapi masih jarang dikunjungi wisatawan di sana, namanya Labuan Cermin. Karena gue males cari destinasi lain sekaligus pengen travelling membelah hutan belantara, gue memutuskan untuk berangkat ke sana.

Pertama, kami naik speedboat menuju Bulungan (Pelabuhannya ada di Tanjung Selor) sekitar pukul 11.00 WITA. Sebenarnya bisa aja kami langsung menuju kabupaten Berau tanpa melewati Kabupaten Bulungan dan menempuh perjalanan darat yang amat sangat panjang, yaitu melalui jalan udara. Tapi tentunya, tiket kalstar tidak ramah pada dompet kami.


Kembali ke cerita. Tiket speedboat ikut naik seiring kenaikan BBM. Sekali perjalanan ke Tanjung Selor dihargai Rp 130.000 dengan waktu tempuh satu setengah jam (perjalanan pulang lebih cepat, hanya satu jam) karena cuaca sedang tidak bagus. Sesampainya di Tanjung Selor, kami mulai pasang tampang sok tahu. Ya, kami memang belum pernah singgah di kabupaten yang letaknya bersebelahan dengan kabupaten tempat kami kerja. Kami melangkah keluar pelabuhan dengan melewati banyak calo penyedia jasa travel. Gue butuh waktu buat mikir, jasa travel mana yang nggak mencekik. Ternyata ada bapak - bapak tukang ojek yang negur gue: "Mbak, mau kemana?"
Gue pun menjelaskan dengan suara lirih kalo kami mau ke Berau tapi buru - buru (sebenernya bukan asal ngomong sih, kami emang pengen cepet sampai di Berau, entah kenapa, hahahaha). Bapak itu lalu memanggil salah satu temannya, katanya dia nyediain jasa ke Berau dengan harga Rp 120.000 per orang. Karena menurut gue harga itu cukup wajar (gue sempat baca, di tahun 2010 harga travelnya Rp 90.000 per orang) maka gue meng-iya-kan si penyedia travel.

Pukul 13.00 WITA kami pun naik avanza menuju Berau. Jalanan Bulungan - Berau memang kurang ramah, gue sempat pusing, padahal seumur - umur gue nggak mabok kalo naik mobil. Dua jam berlalu dan akhirnya kami sampai di Tanjung Redeb. Sebelumnya si supir nanyain kami, apa udah punya travel menuju Biduk. Gue dengan jujur bilang kalo semua travel berangkat pagi dan kemungkinann kami bakal nginep di Berau kalau seandainya nggak ada travel di terminal. Si sopir rupanya pengertian. Kami diantar ke salah satu jalan, kalau nggak salah jalan haji Isa, ke terminal lama, katanya. Ternyata yang dimaksud "terminal" di sini adalah tempat parkir para sopir "taksi gelap". Oh iya, istilah taksi di sini adalah sebutan untuk mobil - mobil travel, jadi jangan dibayangin semacam Blue Bird atau Express gitu ya.

Kebetulan banget nih, si sopir punya kenalan teman yang melayani tavel ke Biduk (I talk about a luck, again and again on my post). Dan kebetulannya juga, temannya itu lagi standby di terminal lama. Kami pun segera nego harga pas kami ketemu temannya si supir. Deal dengan harga Rp 150.000 per orang, kami pun minta ijin untuk istirahat, sekedar sholat dan cuci muka. Kebetulan di sekitar situ ada masjid gede. Lumayan lah, buat duduk setelah perjalanan berkelok - kelok tadi.

Pukul 16.00 WITA, kami memulai perjalanan yang amat sangat panjang. Pak sopir ternyata mampir - mampir dulu, jemput penumpang. Jalanan Tanjung Redeb - BidukBiduk lebih ramah bila dibandingkan Tajung Selor - Tanjung Redeb tadi, namun jarak tempuhnya jauh banget! Bahkan kami sempat mampir di salah satu rumah makan, kata si sopir sih karena perjalanan masih panjang jadi selepas isya kami harus makan. Sepertinya pak sopir tahu kalau kami sudah mulai capek. Di warung ini kami cuma menghabiskan uang Rp 35.000 buat makan dan minum dengan porsi yang gede banget. Cukup murah untuk ukuran traveller kelaparan dengan dompet pas - pasan.

Tepat pukul 00:00 WITA kami benar - benar sampai di Biduk - Biduk. Si sopir memilihkan kami penginapan yang dekat tepian pantai. Penginapan MAYANG SARI namanya. Rate-nya Rp 185.000 per kamar AC per malam.



Kamar kami di bibir pantai. Bisa denger deburan ombak.....


Benar - benar perjalanan yang panjang. Diantara lelah, gue tiba - tiba merasa tenang. Aroma air laut, pantai, dan pedesaan mulai bisa gue hirup di tengah gelapnya malam. Tapi gue nggak mau kebanyakan berpikir, badan udah capek banget. Gue cuma bisa Say Hello ke mereka lewat senyuman sebelum masuk kamar penginapan.


Hit the Bed!

Jumat, 5 Desember 2014

Gue adalah pecinta sunrise dan sunset garis keras, pengejar matahari dan kedamaian di penjuru nusantara, dan penikmat surga tanpa ingin kehilangan nyawa. Hahaha. Itulah kenapa gue bela - belain bangun sebelum subuh meskipun badan dan mata masih kompak untuk terkapar. tujuan pertama hari ini: sunrise. Dan, gue ngerasa beruntung banget.


Wonderfull sunrise!


Nggak lama kemudian, temen gue bangun dan nyusulin ke pantai. Lagi - lagi, as usual, kami berdua diem - dieman di pantai. Speechless.

Karena kami udah niat banget ke sini, tentunya kami pengen cepet - cepet menuju Labuan Cermin. Pas masuk kamar, gue kaget, kok AC, TV dan segalanya mati. Apa barusan mati lampu? Ternyata setelah tanya tetangga sebelah, daerah sini memang hanya dialiri listrik saat malam hari. Untung aja semua gadget full charge.

Sambil sarapan nasi goreng di penginapan (FYI, sarapannya tiap hari adalah nasi goreng pake telor ceplok) kami ngobrol sama pemiliknya, gimana caranya menuju Labuan Cermin karena kemarin si sopir travel nawarin kami trip ke Labuan Cermin plus Teluk Sulaiman seharga Rp 1.600.000 (kalau dipotong perjalanan Tanjung Redeb - BidukBiduk PP untuk berdua sih Rp 1.000.000 tripnya doang). Ternyata di penginapan ini bisa sewa motor. Gue dan temen gue langsung bersemangat. Sewa motornya cuma Rp 50.000 seharian sampe puas Coy! Jauh banget kan beda harganya? Untung kami nggak meng-iya-kan si bapak travel.

Selepas sarapan, kami langsung bergerilya naek motor, menyusuri jalanan, pantai, dan menyapa sapi - sapi dan hewan ternak lainnya. Kenapa sapi? Karena sepanjang jalanan (sepanjang bibir pantai, tentunya) banyak bertebaran hewan ternak yang nggak dipeduliin pemiliknya. Artinya, elo harus hati - hati karena peringatan di sini bukan "HATI - HATI BANYAK ANAK KECIL" tapi "HATI - HATI HEWAN TERNAK". Tentunya, kotoran ternak juga bertebaran dimana - mana, hahahaha! Yang bikin gue heran, pohon kelapa di sini kok tingginya agak di luar normal ya?


Temen gue lagi naek motor, hehehe!



Akhirnya, kami sampai di Labuan Cermin. Boleh nggak gue menyebutnya dengan A little piece pof heaven?


WELCOME!

Di sini, kalo lo mau menuju Danau Labuan Cermin, lo harus sewa perahu, Rp 100.000 untuk satu perahu. Jadi kalau elo ke sininya rame - rame, tentunya jauh lebih hemat.


Ini potret A little piece of Heaven versi gue, selengkapnya visit my instagram @ndahcahya ya!



And this clear water speaks.......


Can you see something in the bottom of the lake?

Daaaan, kata pemilik perahu yang kami sewa, belom bisa disebut ke Labuan Cermin kalau nggak renang. Sewa ban atau pelampung cukup murah, Rp 15.000 per buah. Tapi untuk alat snorkling, saran gue sih bawa sendiri. Kurang nyaman kalo pinjem, walaupun mereka menyediakan. Dan nggak usah khawatir mata lo perih, airnya TAWAR!

Inilah keistimewaan Labuan Cermin, Air di sini rasanya tawar sampe kedalaman 3 meter. Tapi selepas 3 meter, lo bakal ngerasain asinnya air laut. Subhanallah sih ini, keren parah! GOKIL!


Best friend!


Setelah kami merasa cukup (walaupun sebenernya nggak akan pernah cukup di sini, apalagi kalo pas sepi, berasa punya kolam renang pribadi), kami melanjutkan perjalanan, pastinya dengan baju yang masih basah karena kami nggak bawa ganti (tadinya kami nggak berniat nyebur sih).

Selepas dari Labuan Cermin, kami menuju Teluk Sulaiman. Kata pemilik penginapan, kami bisa menikmati ari terjun di seberang, tepatnya di Teluk Sumbang. Dilihat dari fotonya sih keren dan kami pun tergoda.

Nggak usah khawatir tersesat di sini. Jalanannnya cuma lurus menyusuri pantai kok. Dan pastinya, di sekitar pasti bakal ada penduduk yang dengan ramah menyapa kita. Pasti ada tempat untuk bertanya. :)

Perjalanan dari Labuan Cermin ke Teluk Sulaiman cukup jauh. Setelah sampai, kami mulai mencari info bagaimana caranya untuk menyeberang. Untung ada bapak penjaga toko yang baik yang akhirnya mempertemukan  kami kepada salah seorang pemilik perahu kelotok. FYI, untuk menyeberang ke Teluk Sumbang, wisatawan bisa memilih pakai speedboat (yang hanya tersedia satu unit sepertinya) atau pakai perahu kelotok kayak gini:


Namanya Perahu Kelotok

Tarif yang dipatok adalah Rp 500.000 per kapal. Murah kan, kalau seandainya elu travellingnya bareng - bareng? Tapi jangan sensi juga kalau seandainya ada orang yang ikut nebeng dan ngarepin gratisan. Beberapa warga memang mencari - cari gratisan menuju dan dari Teluk Sulaiman - Teluk Sumbang. Kami pun menjadi salah satu sasarannya. Dan seperti inilah perjalanan kami menuju Teluk Sumbang.


This is my Indonesia!

Teluk Sumbang menawarkan keramahan warga, kesederhanaan masyarakat, sekaligus deburan ombak yang cukup besar. Dan juga air terjun yang menawan.


Air terjun Teluk Sumbang

Kami sempat mencicipi indomie di warung Bu RT, hehehe, kelaparan sembari menikmati keindahan. Murah meriah, cuma Rp 15.000 berdua.

Karena hari sudah sore, kami memutuskan buat balik. Sebelumnya kami singgah sebentar ke Pulau Kaniungan. Pulau baru yang juga barusan punya cottage. Gue yakin, 10 tahun ke depan, objek wisata ini bakalan sama kayak Derawan. Beruntungnya gue udah ke sini sekarang, sebelum terlalu dijamah traveller lain.

Pemilik perahu ngasih kami bonus! Dia belokin perahunya ke sebuah ledokan teluk yang dinamai Sigending. Semacam rawa tapi airnya BENIIIIIING! Beneran surga bawah laut! Gue langsung berdiri di perahu dan nggak bosen - bosen ngelihat ke bawah air. Ikan pari, penyu - penyu besar, dan terumbu karang yang masih asli! Bahkan kata pemilik perahu, ada seorang penyelam bule pernah bilang kalau terumbu karang di sepanjang Teluk Sulaiman - Teluk Sumbang - Kaniungan sebenarnya jauh lebih bagus daripada Derawan. Nah loh! Ngaku pecinta diving tapi belum pernah ke sini? Sayangnya, gue cuma punya videonya. (Asik ngevideo sampe lupa nggak ngambil foto, malah asik liatin ikan dan penyu di bawah, hehehe)

Kami akhirnya sampai di Teluk Sulaiman saat adzan magrib berkumandang. Untung saja kami sudah sempat sholat ashar tadi bersama warga Teluk Sumbang. Kami melanjutkan perjalanan kembali ke penginapan dengan diiringi serangga - serangga hutan yang mengganggu pandangan mata karena kami nggak pakai helm (sepertinya di sini helm memang tidak perlu dipakai, hehehe). Kami nggak langsung balik penginapan, karena masih harus memenuhi hasrat perut. Kami mencari warung makan ikan bakar yang tadi kami temui sewaktu berangkat. Menyusuri jalanan baru nan gelap tidaklah menyenangkan buat dua sosok perempuan muda seperti kami, rasa takut pasti ada. Tapi karena kami percaya keramahan warga di sini, rasa takut itu lama - kelamaan hilang dengan sendirinya. Bismillah aja. Akhirnya, begitu sampai di warung makan tujuan, kami memesan ikan bakar. Ekspektasi kami nggak tinggi tapi apa yang kami dapat ternyata sangat mengejutkan! Seekor ikan kakap putih, sepotong ikan laut dan semangkok gulai ikan adalah menu untuk satu orang. Lengkap dengan sambal dan es jeruk. Tanpa basa basi, kami melahap menu pesanan kami dengan lahap. Habis tak tersisa kurang dari setengah jam, hahaha! Dan kami lebih kaget lagi pas bayar ternyata menu untuk satu orang hanya dibandrol Rp 35.000 aja! Benar - benar lengkap liburan kami! Hahahaha!

Malam pun tiba dan kami memilih stay di penginapan aja. Itu pun nggak lama karena kami segera terlelap. Thanks God, meskipun gue nggak ketemu sunset karena mendung, segalanya tetap indah. Sangat indah.


Sabtu, 6 Desember 2014

Gue kembali berburu sunrise. Sayangnya, masih mendung. Matahari masih malu - malu banget. Gue dan temen gue memutuskan buat jalan - jalan saja, sambil menyapa warga sekitar yang memulai aktivitasnya. Kami melihat anak - anak yang berjalan kaki menuju sekolah. Kebetulan di sana ada SD dan SMP yang letaknya tidak jauh dari penginapan kami. Beberapa dari mereka bercanda, saling meledek, dan pastinya jalan kaki bersama - sama. Kesan "alami"nya kental banget. Jarang gue lihat ada siswa yang naik motor, kalaupun ada mereka diantar oleh orang tuanya. Menurut gue, begini seharusnya generasi muda itu. Sederhana. Nggak terlalu terjamah kejahatan kemajuan jaman. Dan dalam jalan - jalan pagi itu, kami nemuin ini:


Gloomy morning...


Biduk - biduk terlalu banyak menyuguhkan kedamaian dan keramahan. Sebuah trip yang lagi - lagi memberikan sense yang sensasional dan unforgetable. Kami pun balik dengan rute yang sama menuju Tarakan. Dengan travel yang sama juga.


Thanks, God!



Gue punya beberapa tips tambahan:

1. Kalau mau naik travel (maksud gue taksi, hehe) dari Tanjung Selor ke Tanjung Redeb / Berau, pilih taksi yang supirnya asli orang Berau, bukan orang Tanjung Selor. Kenapa? Menurut sopir gue sih, harga lebih murah dan nggak pake nunggu penumpang laen. Misal kayak kami kemaren, berdua pun langsung jalan. Ini nomer travel yang gue pake: 081347773115

2. Kalau mau naik travel dari Tanjung Redeb / Berau ke Biduk - Biduk, pilih ttavel milik orang asli Biduk - Biduk dan yang emang punya mobil pribadi (mobil travelnya itu emang punya dia, bukan punya bosnya). Kenapa? Karena kalo dia orang Biduk - Biduk asli, dia bakalan langsung pulang ke rumah, kita nggak pake bayarin hotelnya per malam (misalnya elo balik juga mau pake travel itu). Daaaan, kalo dia emang punya mobil sendiri, biasanya jauh lebih murah. Kayak gue itu, cuma Rp 150.000 aja. Hehehe. Ini nomer travel yang gue pake: 081354514004

3. Sebaiknya udah merencanakan pulang kapan dan pakai travel apa. Kemarin sih untungnya bapak travel gue agak baik, dia mau nganterin kami berdua balik Berau padahal ga ada penumpang lain. Konsekuensinya adalah kami bayar 2 kali lipat, Rp 300.000 seorang. Itu udah murah, masalahnya travel lain patoknya sejuta per mobil. Travel dari Biduk - Biduk ke Berau nggak setiap hari ada, tergantung penumpang (dan mood supirnya, hehehe) jadi sebaiknya mempersiapkan perjalanan pulang sebelum pulang, hehehe.




Oke, cuma itu yang bisa gue share.

See you on the next journey!  :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS