Oleh : INDAH "chy". Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Backpacker Absurd to Pantai Beras Basah, Bontang

Hi!

Gue menyempatkan diri menulis review perjalanan sangat singkat gue ke Bontang, salah satu kota di Kalimantan Timur.
Sebenernya gue berekspektasi bisa punya banyak cerita di tempat ini tapi mungkin Tuhan berkehendak lain, hahaha!
(Ini adalah tulisan dengan waktu mengendap terlama sebagai sebuah draft. Gue terlalu sibuk mengurus proyek baru.)

Yak, langsung aja gue review perjalanan singkat gue. Check this out!

Gue kembali menyempatkan liburan selepas tugas dinas. Ya, curi - curi waktu. Kali ini sengaja tanpa persiapan apa - apa. Pagi hari, gue baru cari - cari nomor travel yang bisa ngebawa gue dan temen - temen gue dari Samarinda menuju Bontang. Nggak gampang, karena kami cari yang harganya sesuai kantong. Setelah tanya sana sini, kami dapat mobil dengan harga seratus ribu per kepala. Karena waktu terbatas, gue sepakat pakai jasa mobil ini. Soalnya bapak travel ini juga menyediakan jasa travel buat kami balik dari Bontang ke Balikpapan nantinya dengan harga yang murah pake banget. (Lagi - lagi, travelling hemat adalah prioritas.)

Untungnya, recommended travel agent banget si bapak ini. On time! Tepat pukul satu kami meluncur ke Bontang, tanpa tau mau menuju kemana, hahaha! Tapi yang bikin kami terkejut, buset, kenceng banget!!! Perjalanan kami tempuh cuma dua jam (yang normalnya tiga - empat jam!). Gue terus terang nggak seberapa ngerti gimana cara dia mengemudi karena dalam perjalanan gue tidur pules banget (malam harinya gue begadang nonton sampai pagi, hehe.)
Setibanya di pintu masuk Kota Bontang, pak sopir baru tanya: Kita mau diantar kemana kah?
Gue cuma ketawa miris dan menjawab: Hotel pak, dekat beras basah. Dan si sopir kaget. Dia nggak percaya kalau gue langsung menuju tempat yang dinamakan beras basah. Ternyata si sopir bilang kalau jam siang - siang begini sudah tidak ada kapal ke beras basah. Karena gue berpikir Pulau Beras Basah (yang katanya little Maldieves) itu sejenis Kakaban, Maratua atau Sangalaki (Derawan) ya gue langsung berpikiran singgah di hotel lain yang ada di kota Bontang, yang paling dekat dengan pelabuhan. Sayangnya, pak supir tidak tahu menahu tentang hotel. Gue menyerah, akhirnya gue pun browsing dan menemukan satu hotel bernama Hotel Marina, letaknya di sebelah pasar Rawa Indah.

Sedikit review untuk hotel ini, sekelas hotel melati pada umumnya sih. Tarif yang ditawarkan juga murah. Tapi yaa, you know lah hotel melati itu kayak gimana.

(Pic)

Kami cuma meletakkan barang - barang dan bergegas cari makan. Sebenarnya ada beberapa hotel murah di dekat pusat kota Bontang (Hotel Garuda salah satunya) tapi karena halaman google pertama yng gue lihat adalah adalah hotel ini, ya sudahlah. Plus-nya di sini adalah hotel ini dekat dengan pasar Rawa Indah (gue bakal menjelaskan makna "plus" di sini ntar). Akhirnya setelah agak lama, kami mendapatkan angkot menuju sebuah tempat mirip cafe (atau sebut saja tempat makan yang tidak termasuk dalam kategori "warung"). Kami ngemil di sana sambil googling tempat apa lagi yang bisa kami eksplore sebelum menuju Beras Basah besok. Kebetulan si pelayan menyebutkan kalau Cafe Singapore (sebuah cafe yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Bontang) tidak jauh dari tempat kami. Kami pun memutuskan ke sana. Sayangnya, menemukan angkot di Bontang sore hari amatlah menyebalkan. Hampir dua jam kami berdiri, tidak ada satupun angkot yang lewat. Untungnya, penantian kami terbayar dengan datangnya sebuah angkot dengan seorang supir yang super ramah. Kata temen gue sih, tampang preman tapi hatinya dermawan (cuma gara - gara si supir akrab banget sama anak - anak SMP yang kebetulan mengisi penuh angkotnya).

Ternyata yang dimaksud dengan Cafe SIngapore adalah sebuah cafe yang dibangun di tepian laut dan di sana berdiri sebuah "MERLION". Yap, persis dengan patung kebanggaan Negara Singapura.

(Pic)

Kami pun kembali ngemil di sana karena menu makanan yang ditawarkan belum menggoda iman kami untuk makan. Kelihatannya sih, orang yang datang ke sini tujuan utamanya adalah foto di patung itu. Tapi sungguh disayangkan. Kenapa justru membangun sebuah icon seperti negara tetangga? Kenapa mereka tidak membangun patung Gajahmada, Garuda, atau bahkan patung Neptunus sekalian, biar nggak dituduh "menjilak"? (abaikan, ini pertanyaan bodoh.)

Oke. Kami pun melanjutkan perjalanan, kali ini dengan angkot yang sama. FYI, kami "mengontrak" angkot tadi untuk mengantar dan menjemput kami karena lokasi Cafe Singapura yang jauh dari jalan raya. Kami tidak mau mengambil resiko bahaya mengingat kami semua perempuan dan jam sudah menunjukan pukul tujuh malam. Kami pun kembali ke hotel dengan niat mencari makan di sekitar hotel saja.

Memang dalam perjalanan kami yang tanpa rencana dan persiapan, selalu ada keberuntungan (Alhamdulillah). Ternyata hotel kami tidak jauh dari sebuah area PKL yang menjual makanan khas bontang: IKAN SAMBAL GAMI. Ya, kami merasa sangat beruntung. Area PKL ini ramai sekali. Ternyata penjual di sini hanya berdagang di malam hari. Betapa senangnya kami karena besok malamnya kami sudah tidak menginap di hotel ini lagi.

Kami pun kalap. Seporsi besar ikan ludes dalam sekejab. Ikan di sini dijual per-kg. Jadi, kita bebas memilih ikan mana yang akan dimakan, ditimbang dulu, lalu deal harganya berapa. Benar - benar hemat kalau kita makan rame - rame.

Selepas makan, kami langsung ke hotel. Jarak area PKL ini tidak jauh dari hotel jadi kami cukup jalan kaki saja.

Keesokan harinya, kami menuju pelabuhan. Karena masih ada teman kami yang belum sampai di Bontang, terpaksa kami harus menunggu. Terus terang, gue kaget banget melihat pelabuhannya. Mungkin karena sebelum - sebelumnya gue travelling ke beberapa tempat yang cukup "wah", gue langsung speechless pas lihat pelabuhan di sini. Biarlah gambar yang berbicara.

(Pic)

Setlah rombongan siap, kami pun menyewa kapal. FYI, kapal di sini sudah ada rate harganya, khusus hari sabtu - minggu. Semacam ada koperasi yang mengelolanya gitu deh. Tapi untuk weekday (kabarnya) bisa langsung nego dengan para pemilik kapal sehingga lebih murah. Kami diberi harga lima ratus ribu PP. Karena tidak punya pilihan lain, kami pun berangkat.

(Pic)

Satu jam lebih kami ngambang di laut dan akhirnya menemukan pemandangan ini.

(Pic)

Dan...ya...sekali lagi gue speechless....ini  (lagi - lagi) bukan seperti ekspektasi gue...

(Pic)


Sekali lagi, tulisan ini murni dari pendapat gue, no offense, ya! Gue mikirnya Pantai Beras Basah yang dijuluki Little Maldieves itu bakalan mengalahkan Derawan (yang sampai saat ini masih memegang urutan teratas selama gue travelling). Ternyata kenyataan memang terkadang harus jauh dari khayalan, Jendral! Hahaha. Tapi nggak masalah. Kali ini gue travelling dengan banyak teman (ini kali pertama gue travelling rame - rame) jadi gue masih bisa have fun ketawa - ketiwi bareng mereka.

Keadaan pantai di sini cukup ramai. Ada fasilitas Banana Boat dan Snorkling. Tapi kami ngak mencobanya karena kami datang pas matahari ada di atas kepala. Kami malas nyebur haha! Airnya memang tidak seperti Derawan but it was also crystal water, indeed. Well, tempat ini masih cukup menarik kok untuk liburan. :)

(Pic)

Kami tidak berlama - lama di sini, selain karena kami nggak nyebur dan cuma berkeliling pulau yang memakan waktu kurang dari setengah jam, kami juga malas kalau harus membayar mahal untuk sekedar buang air kecil. Ya, di sini kami harus membeli air tawar dengan harga yang cukup mahal: lima ribu rupiah untuk satu dirigen kecil.

Karena masih banyak waktu luang, kami mencari objek wisata lain. Dan salah satu teman kami (yang kebetulan baru saja penempatan kerja di Bontang) bilang kalau ada satu tempat lagi yang disebut Lembah Hijau. Karena capek berekspektasi dan nggak punya tujuan lain, akhirnya kami serombongan sepakat menuju ke tempat itu, entah bagaimana wujud tempatnya, yang penting ada tujuan lain. Hahaha!

Dengan menyewa angkot (dua ratus ribu PP dan pak sopir mau nungguin) kami menuju ke sana. Jauh juga ternyata. Dan pemandangan selama menuju ke Lembah Hijau benar - benar menyedihkan. Pembakaran lahan sedang banyak terjadi sepanjang jalan. Entah ini mmenag musim berladang atau musim membinasakan hutan (agak ngeri gue nulisnya) tapi manusia harusnya nggak perlu melakukan ini, se-kaya-apapun hutan Indonesia. Gue bukan sok suci, gue pun belum sepenuhnya menghargai alam tapi di bumi Kalimantan ini manusia - manusianya udah kelewatan banget mengekploitasi alam. Yang batu akik lah, yang batu bara lah, yang hutan lah, apa - apaan sih mereka?!

Oke, gue nggak marah - marah lagi.

Kita lanjut ke Lembah Hijau. Memang beneran lembah dan beneran hijau. Tapi di sini kami melihat hamparan taman bermain yang sepiiiiiiiiiiiiii bangeeeeeeeeet. (Buset, gue lebay banget nulisnya) Saking sepinya, gue sampe nanya ke mbak - mbak penjaga tiket di pintu masuk: Mbak, ini masih buka atau sudah tutup ya, kok sepi?
Dan si mbak itu cuma senyum sambil ngomong: Tadi ada tiga ratus orang yang ke sini, sekarang sudah sepi, kan sudah sore. (Dan gue melirik jam tangan masih pukul dua siang).

Gue nggak mau mempermasalahkan ini sepi atau ramai, yang jelas miris banget melihat objek wisata satu ini. Banyak wahana yang tutup di weekend pukul dua siang hari. Di sini sebenarnya cukup lengkap wahananya. Ada sepeda air, saung pemancingan (yang sebenarnya bisa dipakai piknik juga), ada waterboom dan beberapa kolam renang (yang pintu masuknya terkunci) dan arena bermain seperti Taman Teletubbies dan Arena Kurcaci (yang astaga....gue bingung harus menyebutnya kebun yang terbengkalai atau tempat syuting film horror).

Kami menyusuri area Lembah Hijau. Gue membayangkan kalau tempat ini dikelola dengan baik, pasti akan menarik banyak pengunjung. Hanya saja, tidak hanya areanya yang tidak terawat tapi hewan - hewan yang "dipenjara" di sana. Gue kasihan melihat mereka, entah kenapa.

Semoga saja, pemandangan yang gue lihat ini semata - mata karena ini sudah sore dan sudah mau tutup (gue masih berharap mbak penjaga tiket masuk nggak berbohong. Suer!)

Kami hanya foto - foto narsis aja di sini dan kemudian pergi. Bukan kembali ke hotel melainkan ke tempat salah satu teman kami. Ya, malam harinya kami langsung menuju Balikpapan jadi kami tidak booking kamar hotel lagi. Selanjutnya kami pun bingung mau kemana, hahaha!

Ada usulan, kami makan malam di sebuah area PKL lain yang lebih ramai, namanya Koperasi Pupuk Kaltim. Dan wow, this is the most interesting place while I'm here! Makanannya lengkap, murah dan rame! Haha! Kami kalap. Sembilan orang makan dengan berbagai menu. Ikan bakar, sate, gudeg, batagor, siomay, sampe takoyaki pun ludes tanpa sisa dalam waktu singkat!
Pukul setengah sebelas malam, mobil yang kami sewa untuk berangkat sudah siap mengantar kami kembali. Bukan ke Samarinda tapi langsung ke Balikpapan. Bukan sebuah perjalanan malam yang singkat, tentu. Kami tiba di Balikpapan keesokan harinya, pukul enam pagi jadi kami tidur dalam perjalanan. Tentu saja si sopir berhenti beberapa kali di warung - warung pinggir jalan sekedar untuk minum kopi agar tidak mengantuk.

Sebuah cerita dari perjalanan singkat, melelahkan, tapi tetap ada makna dan cerita di dalamnya.


Sekian kisah gue. And I'm getting excited about my next journey. Guess where it is! :))

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS