BACKPACKER ABSURD
INDONESIA – MALAYSIA
Hi!
Setelah hibernasi
gara – gara kerjaan kantor yang amit – amit banyaknya, kali ini gue bakal
berbagi perjalanan lagi. Kali ini tujuannya memang luar negeri, tapi gue bakal
lebih membahas sebagai perjalanan lintas batas.
OK, here we are!
Awalnya gue nggak
merencanakan perjalanan semacam ini. Tujuan utama gue dan sohib gue adalah Kota
Kinablu, Malaysia. Tapi ke-songong-an
kami berbuah penyesalan.
Perjalanan kami mulai
selepas menjalankan urusan pekerjaan di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Kami
berniat menaiki kapal yang langsung menuju Tawau. Namun sayangnya kapal itu
hanya berangkat di hari – hari tertentu saja. Rute Tarakan menuju Tawau hanya
dibuka setiap senin – rabu – jumat. Sedangkan rute kembalinya adalah selasa –
kamis – sabtu. Alhasil, kami memilih jalan lain. Menurut keterangan seorang
teman, kami bias masuk Negara Malaysia melalui perbatasan, yang dikenal sebagai
Sei Nyamuk (masih masuk dalam wilayah Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara).
Entah kenapa kami
percaya begitu saja dengan informasi itu. Meluncurlah kami ke Sei Nyamuk pukul
setengah sepuluh pagi. Karena cuaca yang buruk dan gelombang besar, kapal tidak
berlabuh di dermaga biasanya. Tapi kesialan sepertinya mulai menempel pada kami
pagi itu. Kami salah naik kapal. Dan kami baru sadar setelah mendaratkan kaki
di Pulau Nunukan. Yak, kami salah pulau.
Setelah bengong dan
menertawakan kebodohan, kami dibantu penduduk untuk menemukan cara menuju Sei
Nyamuk. Menyeberang dengan menggunakan speedboat kecil yang membuat nyawa
terancam akhirnya menyelamatkan kami. Kami pun menuju pelabuhan kecil Sei
Nyamuk menggunakan jasa angkot (angkotnya mobil semacam Avanza gitu deh). Tapi
si sopir menyarankan untuk lewat perbatasan lain, namanya “Haji Kuning”.
Pelabuhan Sebatik
Entah itu nama daerah
apa, karena kami harus segera naik pesawat menuju Kinabalu (kami sudah memesan
tiket PP) kami meng-iya-kan saja.
Ternyata yang
dimaksud “Haji Kuning” adalah perbatasan Indonesia – Malaysia yang dijaga para
petugas perbatasan. Dan, aksesnya melalui sungai kecil yang amit – amit
ngerinya. (Suer, ada biawak yang gedenya kayak komodo di tepi sungai itu! Dan
akhirnya kami tahu kalau itu adalah tansportasi barang Indonesia – Malaysia).
Kami dengan polosnya naik perahu kecil. Di tengah jalan motorisnya Tanya:
passport kalian sudah di cap?
Perlintasan bernama "Haji Kuning"
Kami bengong. Barulah
gue sadar kalo gue belum mengantongi ijin resmi dari imigrasi. Gue langsung
patah hati. Tanpa ijin resmi, kami cuma bakal tertahan di imigrasi dan balik
pulang. Oke, kami nyerah. Kami putuskan buat balik ke Pulau Nunukan. Untung,
ada sohib kami yang dengan sangat baik hati memberikan penginapan gratis. Tapi
rasa nyesel dan nyesek itu nggak bias hilang. Bukan cuma rugi waktu, tapi uang
tiket PP Tawau- Kinabalu pun hangus (walaupun
harganya nggak seberapa karena AirA*ia lagi promo waktu itu). Yasudah,
kami memutuskan untuk menghibur diri tanpa tau tujuan selanjutnya.
Sohib kami
menyerankan untuk tetap pergi ke Tawau lewat pelabuhan resmi Kabupaten Nunukan
keesokan harinya. Ternyata, perbatasan lain sudah tidak melayani cap imigrasi.
Jadi meskipun kami kemarin berhasil sampai di Sei Nyamuk, tetap tidak akan bisa
menyeberang ke Tawau, Malaysia karena imigrasi tidak bisa lagi memberikan ijin.
Sekarang, semua jalur menuju perbatasan dikendalikan oleh pelabuhan Nunukan –
Tawau (hanya di Pulau Nunukan, bukan Sebatik) dan Tarakan – Tawau.
Hanya
berbekal rasa pasrah, kami menuju pelabuhan dan memesan tiket jurusan Tawau.
Jika memesan langsung PP, lebih murah harganya, katanya. Kami hanya
menghabiskan 300ribu PP. Tapi….keadaan di pelabuhan yang membuat kami terpana.
Kapal menuju Tawau hanya berangkat setiap pukul 08.30 dan 09.00 setiap harinya.
Ya, dengan jadwal seperti itu bisa dipastikan penumpangnya menggila. Tapi ini
benar – benar di luar ekspektasi kami. Tiba – tiba gue flashback ke pemandangan kereta ekonomi jurusan Jakarta – Surabaya
di tahun 2008an. Miris. Terlihat sekali kelas para penumpangnya. Di bagian
imigrasi pelabuhan lah yang paling rusuh. Nggak hanya saling dorong dan saling
maki, tapi aksi para calo juga bikin gerah. Tapi kami masih beruntung. Ada kru
kapal yang membantu kami “menge-cap” passport di imigrasi. Ini keberuntungan
pertama kami. Keberuntungan kedua adalah: kami nggak ketinggalan kapal karena
semenit aja kami telat, kapal udah nggak bisa dijangkau dengan lompatan kaki
gue. Fiuh.
Di
dalam kapal yang pengap, kami udah nggak kebagian tempat duduk. Beruntung, kru
kapal teriak – teriak nyuruh semua penumpang ambil posisi duduk. Terjadilah
adegan saling geser. Keberuntungan ketiga: kami kebagian tempat duduk. Gue
sempat mengabadikan momen di dalam kapal. Silahkan menilai sendiri.
Suasana dalam kapal. Cuma ini yang sanggup gue abadikan......
Setelah
dua jam lebih, akhirnya kami mendarat. Kembali kami dihadapkan pada suasana
berdesak – desakan dan penuh makian. Gue sempat berpikir, bagaimana negara lain
bisa menghargai kita kalau
tindakan kita sendiri tidak berperikemanusiaan
seperti ini?
Ah
sudahlah, terlalu pelik kalau blog gue ngebahas permasalahan negara ini. Yang
jelas, satu jam kemudian kami baru bisa menginjakkan kaki di Tawau setelah
melewati imigrasi yang super ketat (gue nggak kebayang kalau kemaren gue maksa
menerobos perbatasan tanpa cap imigrasi).
Begitu
sampai, tempat pertama yang kami tuju adalah rumah makan. Laper bro! Kami
menyusuri jalanan dan tibalah di salah satu rumah makan. Walaupun tidak
seberapa enak di mulut, tapi karena lapar dan nggak ada pilihan rumah makan
lain yang lebih dekat, kami makan dengan lahap. Lalu barulah kami berpikir
kemana tujuan kami selanjutnya. Gue baca – baca blog, semua reviewnya tentang
Kinabalu. Ya, memang iconic banget
kan tempat itu. Tapi masalahnya kami sudah batal ke sana. Secara nggak sengaja
gue kepikiran Sipadan – Ligitan, dua pulau yang katanya eksotik tapi udah bukan
punya Indonesia lagi. Segera gue cari informasinya tapi tidak membuahkan hasil.
Akhirnya gue memutuskan untuk bertanya pada sumber paling akurat: manusia.
Setelah
kami mengumpulkan informasi, ,kami menuju masjid raya Tawau untuk sholat
sekaligus merebahkan punggung sebentar. Tapi sepertinya lagi – lagi kami kurang
beruntung. Informasi tentang dimana masjid itu berada tidak akurat. Kami sudah
berjalan jauh tapi tetap tidak menemukan si masjid. Untungnya ada ibu – ibu
penjual mukena yang menunjukkan kami angkutan mana yang bisa menjangkau masjid
itu dengan cepat dan murah (angkutan disana bernama “BAS”). Ternyata memang
tidak jauh. Si masjid yang gagah sudah kami temukan.
Puas
melepas lelah, kami buru – buru pergi ke terminal mencari bas tujuan Semporna
(tempat penyeberangan ke SIpadan – Ligitan dan beberapa pulau eksotis lain).
Lagi – lagi, untuk kesekian kalinya kami tidak beruntung. Ternyata susah sekali
menemukan terminal yang dimaksud. Kami pun akhirnya menyerah dan memutuskan
untuk membeli suvenir khas Tawau terlebih dahulu di Pasar Gantung. Tapi hal
yang sama terjadi, kami tidak menemukan dimana itu Pasar Gantung.
Tapi
di tengah keputusaan kami, muncullah sebuah toko grosir yang menjual bermacam
oleh – oleh dengan harga miring. Kami pun kalap. Gantungan kunci berbagai jenis
dengan harga 10 RYM per 7 buah dan beberapa aksesoris lain berhasil masuk ke
tas kami. Setidaknya, kami masih punya oleh – oleh. Haha! Dan keberuntungan
mulai datang lagi. Langkah kami tiba – tiba dituntun ke sebuah parkiran yang
ternyata terhubung dengan Terminal Sabindo, tempat menemukan Bas menuju
Semporna. Akhirnya, akhirnya, dan akhirnya, kami punya tujuan: SEMPORNA RESORT!
Dua jam perjalanan nggak menyiksa karena bas yang kami tumpangi cukup nyaman dan sopirnya pun tahu kalau kami tourist sehingga mengantarkan kami langsung menuju area penginapan. Karena hari sudah malam, kami memutukan untuk segera mencari tempat untuk tidur. Beruntung, pak sopir mendaratkan kami di Borneo Backpacker, hostel yang menyediakan dormintory murah buat para backapcker macam kami.
Karena
gue pernah punya pengalaman buruk di dormintory
(baca pengalaman gue ke luar negeri sebelum ini) gue jadi agak ragu apakah dormintory ini nyaman, karena kondisi
sohib gue udah lelah banget (dia sama sekali belum pernah ke luar negeri, nggak
mau dia merasa makin nggak nyaman dengan dormintory
yang buruk). Harga yang ditawarkan 27RYM. Cukup terjangkau, tapi gue mencoba
buat melihat terlebih dulu keadaan kamarnya.
Dan
kalau ngeliat barang – barang yang udah ada di sana sih, isinya cewek semua.
Yosh! Gue terima kamar ini!
Setelah
meletkan barang, kami memutuskan buat jalan – jalan sambil cari makan malam. Ketemulah kami
dengan Semporna Dive Inn Resort, resort yang dibangun di tepi laut. Pengunjung
dipersilahkan melalui jalanannya tapi dilarang memasuki area resort jika bukan
bertujuan untuk menginap.
Secara
umum sih, ini sebenarnya nggak kalah dengan Pulau Derawan milik Indonesia. Tapi
gue akui, pengelolaannya jauh lebih baik. Terbukti, orang yang “menghuni”
sekeliling gue waktu itu semuanya BULE! (termasuk gue kali ya, kan gue juga
bukan orang lokal. Haha!) Gue sih bermimpi aja, pariwisata Indonesia bisa
dikelola sebaik ini. Lumayan kan, devisa!
Semporna Dive Inn pas malam hari
Puas
menyusuri jalanan resort sambil foto – foto, kami pun makan di salah satu
restoran. Niatnya sih kami cari menu yang aman, biar nggak aneh rasanya.
Tapi……justru rasanya malah aneh. Judul menunya sih Mie Goreng Telur tapi begini
wujudnya dan rasanya pekat banget. Kurang cocok dengan lidah gue sih.
Tapi
yasudah, berhubung laper banget dan mata udah ngantuk, akhirnya tandas juga mie
“entahlah” itu. Kami pun kembali ke dormintory.
Benar dugaan kami, kamar ini isinya cewek semua. Dan kami pun langsung terlibat
dalam pembicaraan bahsa asing. Mengandalkan kemampuan bahasa gue yang “ah
sudahlah” ini, gue berhasil punya beberapa teman baru sesama backpacker. Ini
hal yang paling gue suka dari sebuah perjalanan. Mengenal manusia – manusia baru.
Pagi
hari kami nggak bisa ketemu sunrise. Ya, lagi – lagi hujan. Terpaksa harus
menikmati sarapan dulu. Di lounge hostel kami sarapan bareng para BULE yang
udah siap – siap diving. Ya, memang Semporna adalah tempat yang terkenal dengan
Diving Spot nya. Hostel ini juga
menawarkan Diving and Snorkling
menuju beberapa pulau eksotis dengan harga yang nggak mahal. Kami
sempattergoda, hanya saja nanti siang kami udah harus balik ke Tawau. Butuh
minimal two days trip untuk bisa
menikmati pulau – pulau itu. Akhirnya, lagi – lagi kami cuma bisa gigit jari.
Kami
memutuskan kembali ke Dive Inn Resort yang kami kunjungi semalam. Masih sepi.
Cocok banget buat fotografi. Ternyata pemandangan siang juga nggak kalah bagus.
Airnya lumayan jernih (meskipun lagi – lagi gue masih suka sama derawan).
Dan
pukul setengah 10 kami check out dari
hostel. Pemilik hostel bersedia memberikan kami tumpangan menuju terminal (yang
sebenarnya nggak jauh sih dari hostelnya, tepatnya di tengah kota Semporna,
dekat dengan sebuah patung Merelyn besar). Kecewanya, bas di sana menunggu
penumpang penuh. Alhasil pukul sebelas kami baru berangkat dan sampai di Tawau
pukul setengah satu.
Ada
lagi kesialan yang menghampiri. Menurut instruksi salah satu teman, kapal
terakhir berangkat pukul empat dan kami udah harus antri di pelabuhan pukul
dua. Ternyata dia lupa bilang kalau yang dimaksud “antri” di sini adalah bukan
di imigrasi tapi antri di agen tiket kapal untuk dicatat ulang.
Fiuh.
Untungnya kami merasakan keganjilan sebelum mengantri panjang di imigrasi.
Jadi, sebelum antri di imigrasi, tiket kita harus dicatat dulu di agen kapal
(tergantung kita naik kapal yang apa, agennya semua berjajar di depan
pelabuhan) barulah boleh mengantri di imigrasi, itupun kalau kapal yang akan
kita naiki sudah tiba di pelabuhan. Lagi, rusuh! Dan ada prioritas untuk
pemegang passport warna merah (pemegang passsport milik negara sebelah). Di
sinilah rasa lelah gue bertumpuk. Selain antrian rusuh, kapal juga terlambat
datang. Bayangan pemandangan dan resort yang keren di Semporna tadi menguap
begitu saja. Kapal kami baru datang sekitar jam lima sore. Bayangkan aja gimana
rasanya berdiri dengan badan capek di tengah kerumunan padat dan bau yang
bercampur kayak gitu. Fail banget
lah.
Kami
pun naik kapal, untungnya kali ini dapet tempat duduk yang lumayan enak
(walaupun masih kayak naek kereta api ekonomi dengan penumpang berjubel dan bau
– bauan yang tercampur) dan tiba di nunukan sekitar pukul delapan malam.
Ternyata, setelah diselidiki, harusnya kami bisa naik kapal sebelumnya (asal
kapalnya berasal dari agen yang sama. Satu agen melayani lebih dari satu kapal)
karena tiket kami itu tanpa tanggal dan tanpa jam.
Pulau Nunukan (sebagian kecil)
Well,
sudah selesai perjalanan panjang kami. Kali ini nggak ada yang terlalu spesial.
Tapi pemandangan di plabuhan Nunukan – Tawau banyak memberikan pelajaran. Ya,
kehidupan di perbatasan memang keras dan miris.
Kami
pun melanjutkan sisa malam dan keesokan paginya mengeksplore pulau Nunukan,
sebelum kembali ke Kota Tarakan pukul 08.30. Negara sendiri lebih ramah
dan lebih menyenangkan. Itulah kesimpulan gue.
Sampai jumpa di postingan berikutnya!
11 komentar:
Halo ndahcahya!
Saya udah baca artikel ini dan menurut saya, pengalaman kamu bener2 epic sekaligus menarik.
Sayapun juga punya pengalaman serupa seperti itu.
Tahun lalu, tepatnya Juli 2015, saya mengunjungi Sebatik dari Tarakan.
Di sana saya lihat2 perbatasan. Kebetulan di pos 3 Aji Kuning dijaga TNI, dan ternyata ada banyak warga Indo yg pulang-pergi ke Tawau lewat sebuah kali kecil di situ yang bermuara ke laut dekat dengan Tawau.
Saat itu saya mau coba nyebrang negara, tapi apa daya... ternyata saya gagal karena di passport saya nggak ada cap check out dari Indo. Saya malah udah diperingati sama polisi di Sebatik dan jangan coba2 karena polis Malaysia saat itu lagi ketat penjagaannya.
Ah, sayang sekali waktu itu rasanya...
Anyway, kira2 dimana ya kita (orang Indo) bisa dapat cap check out selain di Nunukan, supaya bisa nyebrang ke Tawau?
Adakah kantor imigrasi di Tarakan?
Thanks for sharing!!!
_"It's not just about the destination, but the journey"_
http://makanangin-travel.blogspot.com/
Terimakasih sudah membaca blog saya :)
Kalau dulu pas saya berangkat sih sebenarnya bisa di imigrasi Tarakan karena memang ada kapal Trakan - Tawau. Hanya saja kapalnya tidak reguler. Menurut saya harusnya ada layanan cap imigrasi di Tarakan tapi untuk tepatnya di daerah mana saya kurang tahu.
Nunukan ke Tawau itu perbatasan resmi.
Malaysia terlalu tegang karena banyak utangnya. Mereka rasio hutangnya 55%dr GDP, Singapura 110%,Jepang 175%, Indonesia hanya 25%. Masih bisa ngutang 2x (rasionya sama dg Malaysia) buat bangun infrastruktur (asal tidak dimaling dan salah urus) mengejar ketinggalan dari mereka. Yang penting bukan pemburu rente mental kere yg ngurus negeri ini.
Salam. Saya teringin hendak ke daerah Kalimantan. Rupa2nya dari Tawau paling mudah ke Tarakan (Kalimantan Timur). Pada pendapat kamu, jetty di Tawau- Tarakan, adakah sesuai bagi pelancong asing terutamanya WANITA?
Terima kasih telah membaca blog saya :)
Untuk keamanan sangat tergantung pada waktu berkunjung. Tapi saya pikir cukup aman asalkan tidak bepergian sendirian.
Terima kasih telah membaca blog saya :)
Untuk keamanan sangat tergantung pada waktu berkunjung. Tapi saya pikir cukup aman asalkan tidak bepergian sendirian.
Terima kasih Ndahcahya
Assalamualaikum...klau pelabuhan di tarakan nmanya pelabuhan apa trus klau dri plabuhan jauh nggak ke bandara juwata?
Sesuai. Saya selalu menggunakan jalur tersebut. (melisa.hassan2@gmail.com)
Pelabuhan di tarakan ada dua, pelabuhan internasional namax pelabuhan malindung,, pelabuhan yg satunya nama SDF.. Bisa d tempuh dengan taksi bandara
Posting Komentar