(For
translate in English, just send me your email address)
Haloooo! Ketemu lagi sama gue, backpacker absurd.
Ini untuk pertama kalinya gue “sengaja” buat travelling.
Maksudnya, gue backpackeran di high
season plus ngeluarin ongkos yang mahal. Kalo lo tanya kenapa gue kali ini
antimainstream, jawabannya adalah gue nggak tahu. Pokoknya gue tiba – tiba
pengen merasakan sensasi travelling di “musim liburan”. Dan, tujuan gue adalah pulau sebelah: Sulawesi. Makassar
adalah destinasi yang entah kenapa gue pilih secara random.
Dan kali ini juga, gue dengan sengaja menentang “asas
backpacker” yang biasa gue lakukan. Hasilnya? Gue sempat kena masalah.
Haha. Gue sengaja booking mobil dan
hotel sebelum berangkat. Pertimbangan gue, ntar bakalan kehabisan hotel dan
tarif mobil bakalan mahal kalau semua dilakukan di hari-H. Ya, begitulah, gue
mengantisipasi segalanya, soalnya gue juga bawa dua orang teman, nggak kayak
biasanya.
So, trip absurd kali ini lain dari
yang sebelum – sebelumnya. Enak kah? Lancar kah? Kecewa kah? Buat gue,
travelling itu semuanya enak. Karena menikmati bumi Tuhan itu nggak ada yang
nggak enak. Hehe. Dan inilah perjalanan absurd gue di destinasi pertama.
Diawali ketika si singa mendarat
dengan delay seperti biasa, Makassar
hujan deras. Untungnya, driver gue
udah standby walaupun kami sempat
saling mencari di bandara yang sibukya amit – amit. Untuk yang pertama ini,
prediksi gue bener. Gue nggak tahu gimana kalau gue masih harus cari mobil di
suasana semacam itu dan di cuaca yang nggak mendukung. Perjalanan gue untuk
pertama kalinya di pulau ini pun dimulai. Kami langsung menuju Tanjung Bira.
Untungnya (lagi) kami udah booking
penginapan, soalnya kami sampai di sana hampir tengah malam. Ya, gara – gara delay itu tadi. Tapi nggak masalah.
Ternyata penginapannya di luar ekspektasi gue. Kami menginap di Nusa Bira Indah
dengan harga 250ribu per malamnya. Gue pikir, lokasi yang agak jauh dari pantai
bakal bikin kesan “pantai” di penginapan ini hilang. Ternyata enggak. Bentuk
penginapannya mirip cottage gitu, ini
pertama kalinya gue merasakan menginap seperti di satu rumah sendiri. Bentuknya
rumah panggung, luas, bersih, jauh lebih enak lah dari semua penginapan yang
pernah gue singgahi, hehe. Selain itu, di kamar ternyata nggak ada televisi.
Itu menyenangkan. Kenapa? Karena liburan itu nggak perlu tontonan.
Penginapan kami. Kayak rumah, hehe.
Ini jalanannya...
Kamar yang masih belum beratakan
Penginapan kami nih.
Penginapan kami (lagi)
Jalanan di depan penginapan
Bira VIew In, penginapan tepat di inggir pantai
Jalanan menuju Amatoa Resort yang terkenal
Dan si sunrise pagi itu masih malu – malu, ditambah gerimis sisa hujan
semalam yang masih turun, menghasilkan gambar yang sendu, kayak gini.
Lalu, gue dan temen – temen
memutuskan buat main air. Pantai masih sepi banget pagi itu. Gue mulai
berpikir, apa iya ini high season?
Kok gue merasa keramaiannya nggak tampak. Dan meskipun gue mikir begitu, gue
tetap menikmati pantai yang pasirnya HALUS BANGET! Gue benar – benar takjub,
kok bisa pasir pantai sehalus dan seputih itu. Pantai – pantai sebelumnya juga
berpasir menakjubkan, tapi terus terang, Pantai Tanjung Bira juaranya.
Haluuuuuuuus! Selain itu, dari tepi pantai juga bisa dilihat gradasi air laut
tiga warna. Biasanya gue harus “berlayar” dulu buat ketemu pemandangan kayak
gitu. Tapi di sini enggak. Beneran keliatan gradasinya dari tepi pantai.
Puas di pantai, kami mau snorkling. Awalnya ada bapak – bapak
yang menawarkan sewa speedboat harga
600ribu lengkap dengan peralatan snorkling. Tapi kami menolak dengan alasan
bapak itu ngikutin kami terus sejak awal kami sampai di pantai. A little bit annoying aja sih. Eh, tapi
ujung – ujungnya kami juga menyewa dengan harga yang nggak jauh beda. Sebuah kelotok dihargai 550ribu lengkap dengan
alat snorkling. Awalnya, gue sempat menyesal karena salah kalkulasi. Tapi
setelah dihibur sama dua temen gue, jadinya malah seneng. Kalau speedboat itu kenceng jalannya,
sementara kelotok pelan – pelan,
lebih luas pula. Kami memang cuma bertiga, tapi kalau menyewa kelotok yang notabene gede banget,
jadinya berasa semacam orang kaya. Soalnya kebanyakan kan yang nyewa speedboat ramai – ramai. Hahaha!
Pembenaran aja sih, sebenarnya juga sama aja. Mau kelotok atau speedboat,
sama – sama menyenangkan.
Tujuan pertama kami ke Pulau Liukang.
Di sini jarak antar pulau nggak sejauh di Derawan waktu itu jadi baru sebentar
kami naik kelotok, eh udah sampai.
Sebelum ke Liukang, kami snorkling
dulu. Terumbu karang di sini nggak kalah sama Derawan. Tapi ikan – ikan di sini
lebih beragam dan lebih mau “mendekati” manusia. Ombaknya juga ramah. Cuaca
mendukung banget lah buat snorkling.
Dan pas sampai kami baru diberitahu
salah satu pemilik warung makan kalau sebaiknya tadi lebih dulu ke Pantai Bara,
baru jalurnya ke Liukang dan lanjut ke Pulau Kambing. Tapi ya sudah, toh pantai
Bara bisa ditempuh pakai mobil. Lagipula, bangku – bangku panjang di bawah
pohon di tepi pantai yang sepi berhasil membuat kami kegirangan.
Dan kami menghabiskan berjam – jam di
sini, cuma foto – foto, ngobrol, makan, dan bengong. Menikmati hidup banget!
Kebetulan pas lagi sepi, jadi kami bisa puas di sana, hehe. Makanan di sini
juga nggak mahal. Kami memilih nasi goreng seharga 25ribu yang menurut gue sih
lumayan enak, banyak pula porsinya. Gue benar – benar nggak pengen waktu cepat
berakhir deh pas di Liukang kemarin. J
Karena kami harus melanjutkan
perjalanan, dengan berat hati gue mengucapkan salam perpisahan sama bangku
favorit gue di sana. Haha. Kami lanjut ke penangkaran penyu. Ada penyu yang
ramah, bisa diajak foto. Buat masuk ke sini, kita perlu bayar 10ribu per orang.
Bayar 10ribu buat ke sini, hehe.
Destinasi selanjutnya adalah Pulau
Kambing yang tak berpenghuni tapi berhasil bikin gue merinding. Bukan, ini
bukan tentang mistis atau sesuatu yang menakjubkan. Pulau Kambing itu berupa
bukit – bukit batu, karang, dan semacamnya yang dikelilingi laut. Gue merinding
karena selama ini selalu pengen lihat batu – batu besar gitu (yang gue
asumsikan semacam di Belitung, walaupun beda). Dan bahkan gue pun bisa berenang
di celah - celah batu – batu gede itu! Astaga! Keren!
Setelah puas, kami memutuskan untuk
balik ke Bira. Sepanjang perjalanan, gue benar – benar kagum sama si langit,
cakrawala dan gradasi laut. Jujur, view siang yang cerah waktu itu benar – benar instagram-able.
Sayangnya, handphone gue kena air laut (yang akhirnya harus diservis) jadi
kamera pocket-lah yang akhirnya jadi saksinya. Sebagai #sunsethunter dan #skylover
macam gue, sesi pemotretan “mereka” adalah best
view di Tanjung Bira.
Langit (lagi)
Tepat pukul dua tiga puluh, kami
sampai lagi di Bira. Dan lagi – lagi, pantainya kosong. Mungkin karena matahari
sedang tinggi jadi orang – orang malas ke pantai, atau justru orang – orang
sedang menikmati keindahan di spot lain. Yang jelas, itu menguntungkan kami.
Air di siang hari yang sepi benar – benar menakjubkan! Jernih sejernih
jernihnya! Pasirnya, yang pastinya halus banget, bikin kami betah.
Setelah main air di pantai, kami
segera membersihkan diri di penginapan dan bersiap menuju pantai Bara yang tadi
terlewat. Dengan mobil (yang masih) kami sewa, kami menuju Pantai Bara. Yang
bikin gue kagum adalah jalanan menuju ke sana, masih banyak pohon – pohon di
kiri – kanan jalan. Seandainya kami punya waktu lebih, mungkin kami bisa tracking di sana.
Pantai Bara lebih sepi daripada Bira.
Tapi bagi gue, semakin sepi, semakin nyaman buat bersantai. Tapi jangan sekali
– kali berharap dapat view sunset di
sini ya. Hehe. Di Bara ini, gue melihat beberapa backpacker sejati mendirikan camp
– camp. Dan gue beroikir: enak kali ya beneran camping di sini. Haha! Sayangnya, pemikiran gue runtuh seketika pas
teman gue tanya: mandi sama BABnya dimana? Hahahaha!
Selepas dari Bara, kami kembali ke
Bira dan kaget. Ternyata udah ramai banget. Ini mungkin yang disebut dengan
“liburan di high season”. Hehe. Tapi
meskipun begitu, kami masih punya spot yang sepi, yaitu jalanan menuju Amatoa
Resort yang terkenal itu. Spot sunset
di sana juga cukup bagus, dan pastinya nggak ramai.
Malam hari, setelah seharian mood gue super bagus, tibalah waktu
dimana mental backpacker gue teruji.
Pertama, kami lapar dan lima restoran yang kami datangi pelayanannya
mengecewakan: LAMA BANGET. Ternyata, sebaiknya kami pesan terlebih dahulu,
terus ditinggal jalan – jalan, dan balik beberapa saat (mungkin beberapa jam)
setelahnya. Untungnya, sebuah warung Jawa Timur menyelamatkan kami. Nah,
kejadian kedua, gue kena masalah. Nggak perlu gue sebutkan karena menyangkut
beberapa pihak, tapi cukup gue jadikan pelajaran buat trip gue selanjutnya.
Akibat dari masalah yang kedua ini, akhirnya kami memutuskan untuk pagi – pagi
balik ke Makassar (dengan berat hati) dan merelakan Tebing Aparalang dan tempat
pembuatan perahu Pinisi yang nggak sempat kami kunjungi. Sedih sih, tapi
perjalanan setelah ini jauh lebih absurd dan super menyenangkan buat para #sunsetlover macam gue. Sebelum gue
lanjut ke tulisan gue tentang seharian di Makassar, ada titipan iklan nih, buat
yang mau berencana trip ke Tanjung Bira, bisa menghubungi Daeng di 081340501506.
(Terima kasih buat semua pembaca yang
akhirnya membuat blog ini diminati, makasih banget!)
Oh iya, gue mau bagi – bagi beberapa
tips penting buat kalian:
- Kalau berencana pergi backpacker pakai jasa sewa mobil atau travel, pastikan elo punya bukti fisik tentang perjanjian / kesepakatan dengan pihak mereka tentang harga, destinasi, dan sebagainya. Kalau bisa sih buktinya di print DAN disimpan baik – baik.
- Jangan takut backpackeran di high season. Para wisatawan sepertinya masih pilih – pilih waktu khusus dari 24 waktu yang mereka punya. Pintar – pintar aja cari waktu yang kira – kira bikin destinasi kalian agak sepi. Misalnya, tengah hari bolong di pantai. Hehe.
- Jangan lupa tanyakan rute – rute perjalanan kalau ada lebih dari satu destinasi. Gue misalnya, sempat salah rute pulau (walaupun akhirnya bisa dikunjungi semua).
- Persaingan para pedagang, pemilik perahu, pemilik hotel, dan pemilik travl / sewa mobil di tempat wisata yang sudah ramai seperti Tanjung Bira cukup ketat. So, siapkan mental yang kuat dan pandai – pandailah bernegosiasi dengan mereka.
- Kabarnya, ada pantai di sekitar Bira yang masih perawan, namanya Pantai Timur. Jangan lupa dikunjungi dan tulis di blog juga tentang keadaan di sana, oke! J
Sekian dulu postingan tentang Tanjung
Bira. Sampai bertemu di keabsurdan gue di Makassar on the next post. See ya!
5 komentar:
Hello..
Ngebolang ke makasarnya kapan ya? Bulan apa gt, langitnya bagus banget.
Aku jug rencana mau kesana Desember ini.
Boleh minta no HP email ke tynafkm08@gmail.com
Makasii ^^
Halo,
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.
Untuk bulan Desember ini sepertinya sedang musim penghujan jadi harap hati2 ya :)
Hello,
mau tanya untuk driver dari makasar ke bira booking dlu atau bs cari on the spot di bandara ya?
mohon infonya yaa...
thank you :)
Terima kasih sudah membaca blog saya.
Untuk driver dari Makassar ke Bira biasanya tersedia di Bandara untuk travel agent nya. :)
hai, ijin bertanya. untuk sewa mobil diatas itu mobil yang dipakai untuk menjemput dari bandara menuju tanjung bira atau lain ya?
di akhir sempat memberi kontak, itu namanya Daeng atau gimana? beliau yang menyewakan mobilnya?
thanks
Posting Komentar