Hallo!
Kali ini gue nggak jelasin tentang guide perjalanan atau semacamnya, yang biasa gue tulis di blog. Ada semacam proyek kecil yang akhirnya menuntun langkah gue menuju review buku.
Sebenernya bukan hal asing buat gue, book is my soulmate and book store is my home *tsaaah*. Gue bisa ngehabisin sekian juta menit di toko buku, sekedar baca doang. (Sorry ya mas - mas sama mbak - mbak penjaga toko buku langganan gue dulu. Haha!)
Lupakan kisah gue, sekarang gue mulai review satu buku yang genre-nya nggak asing buat gue: HOROR. Dari segala jenis genre, horor adalah genre yang paling jarang gue beli. Kenapa? Karena gue sering parno kalo bawa buku horor pulang, semacam kebayang - bayang mulu. Haha! Jarang dibeli bukan berarti jarang dibaca, loh! Kali ini,buku baru dari Bukune ini jadi sasaran gue pertama kali bikin review di blog.
Check it out!
Judul: KAMERA PENGHISAP JIWA
Penulis: Ruwi Meita
Penerbit: Bukune
Tahun terbit: Agustus 2014
Jumlah Halaman: 132
ISBN: 602-220-135-7
Tipis. Banget. Gue adalah penggemar buku - buku tebel. Buku yang cuma setebal 132 halaman ini tentunya bisa gue abisin dalam waktu satu jam. Tapi untuk ukuran keseramannya, jumlah halaman yang tipis ternyata nggak bikin si penulis mempersingkat alur cerita: tetep bikin deg-degan.
How's the book cover?
SEREM. Itu yang gue tangkep. Keempat buku #SeriTakut ini covernya emang dibikin semacam ilustrasi serem - serem gimana gitu. Khusus KAMERA PENGHISAP JIWA, ada gambar kamera Commodor lengkap dengan kain hitam penutupnya. Kesan serem itu makin WOW pas gue udah buka halaman dalamnya. Kertas yang dipakai ditambah ilustrasi "jadul" sehingga kesan horor makin kental.
Karakter?
Gue suka cara penulis menggambarkan karakter - karakter lewat kegiatan yang digemari tokoh, mulai dari Anabel yang suka fotografi, Sigi yang suka trampolin, dan lainnya.
Ending?
Nggak nyangka kalau endingnya begitu. Tadinya udah mikir kalo Anabel dan keluarganya bakal bebas dari iblis, eh ternyata.... (makanya beli bukunya biar nggak penasaran! Hehe)
Kekurangan?
Menurut gue cuma satu yang kurang, yakni adanya setting villa yang justru bisa mengaburkan pembaca. Kalo kurang konsentrasi baca, kesannya justru fokusnya di villa, bukan kamera. Hehe.
Kelebihan?
Bukunya tipis tapi ceritanya nggak diperpendek. Konsep ceritanya sengaja dibikin singkat, jadi pembaca nggak kecewa. Good job, Mbak Ruwi Meita! Kalo menurut gue sih, buku ini juga punya mengangkat urban legend dalam packaging modern. Keren!
Buat yang suka horor, sensasi menegangkannya masih terasa. Dan buat yang nggak suka horor, kesan "hantu" di buku ini dipaparkan nggak seseram di buku - buku lain (yang identik dengan suasana malam, wajah seram, darah, dan rambut panjang) jadi masih "halal" untuk dibaca. Hehehe!
Jadi?
Keseluruhan cerita ini emang fiktif, tapi menurut gue ini ada di kehidupan nyata. Walaupun nggak dalam bentuk "hantu kamera" tapi ajang pencarian "tumbal" sepertinya nggak asing di masyarakat indonesia, bukan?
Buat kalian yang hobi selfie atau fotografi, gue sarankan baca buku ini deh. Biar dapet "sensasi" beda pas foto - foto. Haha!
Sekian review singkat dari gue. Bonusnya, gue cantumin beberapa quote dari buku ini deh:
2 komentar:
Ndah, itu serius fotomu? serem yey...
maaf salah fokus,, :)
Posting Komentar