Hai.
Ketemu lagi di blog gue. Masih dengan judul yang sama.
Tepat sebulan gue menginjakkan kaki di bumi Borneo ini. Sebuah ukuran waktu yang cukup singkat untuk mendeskripsikan segala hal di sini, tapi lagi - lagi (yang selalu gue lakukan setiap kali gue nulis) I just wanna make it immortal. Cuma itu tujuannya. Karena memori manusia terlalu percuma jika dipenuhi hal - hal yang bisa diingat oleh blog, google, instagram, tumblr atau sebagainya. :)
Kali ini, gue udah mulai mengenal beberapa daerah di KTT (Kabupaten Tana Tidung, begitu orang sini menyebutnya). Gue udah mulai menjelajahi kecamatan Sesayap. FYI, Tana Tidung sekarang terdiri dari 5 kecamatan dan "ibukota kabupaten"nya ya kecamatan Sesayap ini. Dan kebetulan, kantor plus kos-kosan gue ada di daerah ini. *beruntungnya*
Kecamatan Sesayap masih tergolong ramai, meskipun kalau sudah masuk ke desa - desa pelosok, mulai sepi juga. Kecamatan ini meskipun kecil tapi sudah mencukupi sarana dan prasarana umumnya. Ada rumah sakit (yang dulunya puskesmas) di jalanan atas bukit, ada sekolah - sekolah, ada pasar (yang lebih seringnya sepi dan harga barang - barangnya cukup tinggi), ada juga bank (BRI sama BNI doang sejauh ini), pertokoan dan warung - warung.
Efek dari penjelajahan tiap dinas luar atau tiap pulang kerja, gue jadi mengenal beberapa warga di lingkungan sekitar gue, mulai dari ibu - ibu muda jutek pemilik toko kelontong yang menjual barang - barang yang tergolong lengkap, sampai ibu - ibu tua penjual sanggar yang ramaaaaaaaaaah banget (soalnya ternyata ibu itu asal daerahnya nggak jauh dari kampung gue, jadi gue juga sering dikasih bonus).
Oiya, taukah kalian apa itu sanggar?
Bukan sanggar tari atau semacam tempat kursus. Kata orang sini, sanggar itu pisang goreng yang...emm..apa ya, dimakan dengan sebuah bumbu yang absurd rasanya. Kalau buat lidah gue, bumbu itu semacam bumbu siomay yang kacangnya nggak kebanyakan. *halah* Gue pribadi baru makan makanan ini ya di sini. :)
Bergaul dengan masyarakat sekitar membuat gue merasa "mendingan". Nggak ada hiburan yang bisa diharapkan dari kabupaten ini, makanya sebisa mungkin gue "cari" hiburan. Salah satu tempat yang rame di malam minggu di kota ini adalah (mungkin satu - satunya) tempat bilyard di jalan Jendral Sudirman (jalanan utama, dekat pelabuhan). Eits, tapi gue nggak ke tempat itu dong, gue cuma lewat, menuju ke tempat - tempat penjual makanan di sepanjang jalan.
Sejauh ini gue udah mengenal beberapa penjual makanan: mas - mas penjual es kelapa muda, ibu - ibu penjual sanggar dan gorengan lainnya, abang bakso dan mie ayam, dan ibu - ibu penjual es oyen. Heran ya, gimana es oyen bisa nyampe ke sini? Itulah hebatnya kaum migran. Para penjual makanan ini ngebantu gue banget kalo pas gue lagi suntuk. Gue cukup dateng ke mereka, beli, sambil memancing mereka buat cerita. Simpel, gue kenyang, nggak haus, dan gue dapet cerita tentang daerah ini. Tapi lebih seringnya, mereka yang keburu curhat. Entah tentang harga yang makin naek, tentang warung yang sepi, ataupun tentang kerinduan mereka akan keluarga di pulau seberang. Mendengar penuturan mereka, gue jadi ngerasa nyaman. Setidaknya, gue nggak sendirian. Dan jangan salah, orang sini umumnya ramah kok sama orang baru (asalkan si oran barunya nggak songong dan sombong yaaa).
Harga - harga yang selangit sebenarnya bisa diatasi, salah satunya dengan memasak di dapur masing - masing. Gue belajar itu dari orang - orang yang sekos sama gue di sini. Jadi, untuk mengantisipasi harga makanan di warung yang tinggi, mending masak lauk dan nasi sendiri di rumah soalnya harga beras di sini masih tidak jauh dari kota - kota di Jawa. Tapi ya, namanya juga gue, masak sendiri pun tetep aja jajan di jalanan dengan alasan menambah keakraban. Haha!
Selain bergaul di masyarakat, gue mulai coba jalan - jalan di perbukitan sekitar Sesayap. Kalau cuaca mendukung (soalnya seringnya di sini panasnya banget banget banget, jadi bikin mager di dalam rumah atau kantor), gue biasa jalan - jalan pake motor. Oksigen di sini bener - bener gratis dan diobral! Sepanjang jalan yang naek turun, lo bakal melintasi bukit - bukit yang masih hijau tapi sebagian udah agak gundul karena penebangan. lu nggak perlu takut masuk jurang karena umunya jalan di sini kayak punya dinding alami dari bukit, jadi kalaupun elu nggak terbiasa naek motor di daerah gunung, daerah sini masih tergolong aman. Lagipula, nggak banyak kendaraan yang melintas di jalanan bukit - bukit ini. Jalanannya pun sebagian sudah aspal. Tapi jangan coba - coba melintas di sini malam hari sendirian. Fasilitas lampu jalan masih belum ada. Agak serem, kan? :)
Selain itu, kalo gue lagi males bawa motor, gue prefer jalan kaki ke pelabuhan. Jaraknya emang deket banget sama kos gue. Biasanya gue jalan kalo pas pulang kerja, pas sore dan pas sunset. Nggak bagus - bagus amat sih, tapi not bad lah ya. Ini nih gambarnya, diambil pas lagi mendung. Hehe.
Kenyamanan dan kebahagiaan itu bisa diciptakan, kok.
Enjoy your life and see you on the next post. :)
2 komentar:
Btw, penulis ni kerja dimana sih di KTT?
Saya sudah tiba di KTT, dan siapa tau bisa kopi darat ma penulis :D
Wah.. kliatannya ada yg backpaker ke derawan nih..
Share infonya sist.. ane rencana juga mo maen kesana.. katanya ada ubur2 yg tidak menyengat juga ya?
klo di ktt ada sejenis lele yg menyengat :D
Posting Komentar