Oleh : INDAH "chy". Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Surat dari Semesta

Ini bukan tentang kehidupan percintaan, bukan pula tentang kehidupan pribadi gue. Ini tentang hubungan gue dan semesta.
Kenyataan mengharuskan gue untuk move on ke tempat ini. Sebuah desa yang dipaksa mekar menjadi sebuah kabupaten baru di Borneo. Bukan hal penting kenapa gue bisa terdampar di sini, tapi yang jelas, ini bukan kemauan gue. Ini kemauan Tuhan.
Berangkat dari keengganan, akhirnya gue menginjakkan kaki di sini. Setelah mengapung di udara dan air sungai, gue sampai di pelabuhan sebuah negeri kecil. Kenapa gue sebut ini sebagai negeri? Karena inilah Indonesia, yang dulu pernah gue kenal sewaktu gue masih pakai pakaian merah putih dan bawa botol minum kemana - mana. Ya, kabupaten ini begitu mengerikan untuk pendatang, apalagi yang terbiasa hidup di Jakarta seperti gue. Tapi gue berusaha tetap melangkahkan kaki, menyusuri jalan raya yang menurut gue lebih mirip jalanan tanah desa - desa di Jawa.
Gue melempar pandangan. Waktu itu senja. Gue sangat suka senja. Keindahan sesaat yang dinanti banyak orang, sementara waktu datangnya tidak menentu. Tapi kali itu gue tidak mendapatkan senja, mendung. Alam seperti berkata, gue mencoba menerjemahkan tapi gagal. Lebih jauh gue menyusuri jalan, gue lihat hutan - hutan yang tak lagi perawan. Pohon ditebang dengan tidak manusiawi, tanah dibiarkan kosong tanpa ada yang tumbuh di atasnya. Tanahnya yang merah terlihat jelas tanpa akar dan batang pohon, mungkin seperti tanah neraka. Kering. Jalan yang gue tapaki makin menanjak naik. Daerah ini memang perbukitan yang cukup terjal. Gerimis mulai menyapa gue ketika gue mencapai puncak salah satu bukit.
God.....
Inikah pertanda kenapa gue harus di sini?
Hamparan mendung yang terlihat seperti payung langit yang berstrata, hutan - hutan hijau yang mulai basah, ditambah pemandangan sungai lebar yang berkelok - kelok. Gue merinding. Gue bakal tinggal di tempat ini. Dan gue mulai merasakan semesta memberikan isyarat di kulit gue. Isyarat untuk menjaga mereka yang tinggal beberapa ini. Isyarat untuk tetap ada di sini, bersedia membuat semesta yang sudah hampir jatuh agar bisa tetap berdiri.
Gue menghirup oksigen, mencoba mengalirkan suara semesta ini ke arteri - arteri tubuh. Gue biarkan isyarat semesta mengendap di aliran darah gue. Gue sekarang seperti terikat pada sebuah perjanjian.

Gue harus menjaga semesta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar